SuaraJawaTengah.id - Obyek wisata Gunung Kemukus yang berlokasi Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, menjadi sorotan. Hal tersebut usai Polda Jawa Tengah, Selasa (4/2/2025) lalu, membongkar praktik prostitusi terselubung di kawasan itu.
Tersangka S alias Tini (44) terjerat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) lantaran memaksa korban menjadi pemandu karoke dan melayani pria hidung belang. Jika menolak, korban harus menebus uang sebesar Rp 1 juta.
Pengungkapan kasus ini, membangkitkan ingatan banyak orang tentang ritual seks di Gunung Kemukus yang telah lama dilarang.
Bermula dari Tawaran Kerja Bergaji Tinggi
Baca Juga:Ini Cerita Dibalik Tren Ubur-Ubur Ikan Lele yang Viral di TikTok
Kasus TPPO ini bermula ketika korban AM (18) ditawari pekerjaan sebagai pelayan rumah makan milik tersangka melalui media sosial Facebook pada 9 Januari 2025. AM tergiur lantaran diiming-imingi gaji tinggi dan sejumlah fasilitas seperti kamar yang dilengkapi TV dan makan gratis.
Setelah mulai bekerja, AM ternyata tidak diminta jadi pelayan makanan, melainkan malah dipaksa melayani pria hidung belang.
Korban sebetulnya ingin pergi dari tempat tersebut, tetapi tidak bisa lantaran harus melunasi utang terlebih dahulu sebesar Rp 1 juta yang merupakan biaya sewa kamar, makan, dan lainnya.
"Ingin pulang tidak bisa. Fasilitas kamar kos dan lainnya ternyata itu bayar, padahal selama bekerja 2 minggu, anak saya belum digaji," kata NS (42), ibu korban saat dihadirkan di Mapolda Jawa Tengah.
Prostitusi Terselubung di Obyek Wisata
Baca Juga:Ratusan Hektare Sawah di Kudus Terendam Banjir, Petani Terancam Gagal Panen!
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Dwi Subagyo menyebut tempat usaha karaoke dan praktik prostitusi di tempat tersangka S sudah berjalan sekitar 1 tahun.
Pelaku mempekerjakan 4 orang, dan 2 di antaranya masih berusia di bawah umur. Dwi menyebut bahwa dari keterangan tersangka, ada beberapa tempat yang sama dengan milik tersangka di obyek wisata Gunung Kemukus.
"Karena lokasi ini merupakan obyek wisata, jadi saat masuk ada retribusi yang ditarik pemerintah daerah. Mirisnya, ada praktik prostitusi terselubung di sana," kata Dwi.
Dengan terungkapnya kasus ini, Polda Jawa Tengah meminta pemda setempat untuk mengembalikan marwahnya wisata Gunung Kemukus dengan melakukan penertiban di lokasi tersebut.
"Ini praktik terselubung prostitusi, padahal tempat itu wisata religi," jelasnnya.
Ritual Seks Hidup Lagi?
Gunung Kemukus di Sragen telah lama dikenal sebagai lokasi pemujaan bagi orang-orang yang ingin mendapatkan kekayaan secara instan. Salah satu ritual yang paling kontroversial adalah dengan melakukan hubungan badan bukan dengan pasangan sahnya atau berzina.
Mirisnya lagi, di lokasi ini terdapat makam Pangeran Samudro, anak Raja Majapahit terakhir, yang menyebarkan Islam di kawasan tersebut.
Tempat ini sempat menjadi sorotan media asing karena praktik menyimpang itu. Upaya penertiban juga sudah dilaksanakan sejak periode pertama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menghapus stigma negatif Gunung Kemukus.
Saat ditanya terkait prostitusi terselubung di Gunung Kemukus saat ini berhubungan dengan ritual seks, dia tidak mau membawa pengungkapan kasus ini ke arah sana.
"Terkait dengan ritual, kami tidak melihat ke arah situ, tetapi ada kegiatan yang mengganggu ketertiban masyarakat," jelasnya.
Pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti, salah satunya minuman keras. "Minuman keras dijual bebas," imbuhnya.
Tersangka Terancam 15 Tahun Penjara
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Jawa Tengah ikut turun mengawal kasus prostitusi terselubung di Gunung Kemukus.
"Kami akan lakukan pendampingan psikologis terhadap korban perempuan dan anak. Karena ada 2 anak di bawah umur juga," kata Novia, Pendamping di UPTD PPA Jateng.
Atas perbuatannya, tersangka S dijerat dengan Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus